Penyelundupan 258 Ekor Trenggiling Tanpa Kulit Seret BKSDA Sumut
Medan, (Analisa)
Sebanyak 258 ekor trenggiling mati jenis Manis Zafanica yang dilindungi negara tanpa kulit hendak diseludupkan ke luar negeri. Empat orang terlibat termasuk seorang pegawai Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumut ikut terseret ke pengadilan.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Medan Selasa (9/9), keempat terdakwa yang kemarin turut menjadi saksi yakni Anwar Hartono alias Ahwa, pemilik trenggiling.
Ahu dan Ahi selaku pemilik dan pegawai gudang penitipan ikan di gabion Belawan, serta Kepala Resort BKSDA Belawan-Sumut, Amir Hamzah.
Keterlibatan terdakwa Amir Hamzah dalam kasus ini karena mengeluarkan surat izin penitipan kepada terdakwa Anwar Hartono atau Ahwa. Daging trenggiling kemudian dititipkan Ahwa ke gudang pendinginan ikan di Belawan, milik Ahu.
Di persidangan kemarin ke empat terdakwa yang disidangkan dalam berkas terpisah, Jaksa Penuntut umum (JPU) Arif Budiman SH dan Amru Eryandi Siregar SH juga menghadirkan tiga saksi dari KP3 Belawan, yakni Kasat Reskrim KP3 Belawan Amakhoita Hia dan dua anak buahnya Johnson Sitanggang, serta GM Sinambela yang melakukan penangkapan atas kasus ini.
Saksi AKP Amakhoita Hia mengatakan, penangkapan tersebut dilakukan 21 Mei 2008. Ia langsung turun ke lokasi penangkapan di gudang penitipan ikan, sebab sebelumnya mendapat laporan masyarakat adanya penyeludupan trenggiling.
Saat penangkapan ia bertemu dan menanyakan langsung kepada Kepala Resort BKSDA Belawan, Amir Hamzah mengenai kelengkapan dokumen dan yang bersangkutan menegaskan bahwa 258 ekor daging trenggiling tersebut tidak memiliki dokumen.
Berasal dari Aceh
Pihaknya kemudian memanggil Ahi selaku pengawas gudang ke KP3 Belawan untuk membuat memberikan keterangan untuk berita acara. Namun, keesokannya, 22 Mei 2008, Amir Hamzah menemui AKP Amakhoita Hia sembari mengatakan bahwa BKSDA telah mengeluarkan surat izin penitipan terhadap daging trenggiling tersebut.
Isi surat itu seolah-olah menyatakan daging trenggiling milik BKSDA Sumut. Padahal berdasarkan pengakuan Ahwa kepada Amakhoita saat penyidikan, trenggiling itu berasal dari Aceh.
Dengan kejadian tersebut, Amakhoita Hia langsung perintahkan anggotanya untuk menyita surat tersebut dan menahan Kepala BKSDA Belawan, Amir Hamzah.
Usai melihat surat izin penitipan itu, Amakhoita mengirim SMS kepada Kepala BKSDA Sumut untuk menanyakan keabsahan surat tersebut dan ternyata yang bersangkutan membantahnya.
Amakhoita Hia di depan majelis hukum juga menegaskan, berdasarkan pengalamannya menangani perkara yang sama soal izin penitipan hewan langka yang dilindungi negara tidak seperti kasus trenggiling ini.
Setahunya, izin penitipan dikeluarkan BKSDA bagi hewan-hewan dilindungi kepada masyarakat atau lembaga yang mampu merawat dan menangani hewan tersebut, bukan untuk diperjualbelikan sebagaimana dalam kasus trenggiling yang hendak diseludupkan Ahwa ke luar negeri.
Sementara keterangan Kepala BKSDA Belawan, Amir Hamzah, ia mengeluarkan surat tersebut atas perintah atasannya yakni Kasi Perizinan BKSDA Sumut, Imelda.
Ia membantah membuat surat itu karena ia tidak mampu mengoperasikan komputer, sementara yang mengetik surat itu rekannya, Johar Sibarani.
Tidak Mengetahui
Dari persidangan diketahui, daging trenggiling itu dititipkan terdakwa Anwar Hartono alias Ahwa pada Ahu (pemilik gudang ikan-red) melalui pekerjanya Ahi.
Ahu sendiri mengaku tidak mengetahui jika titipan itu berupa daging trenggiling, begitu pula Ahi. Pasalnya terdakwa Ahwa mengatakan barang titipannya berupa ikan dan tidak ada mengatakan daging trenggiling.
Atas dasar saling percaya Ahu pun menyuruh anak buahnya (Ahi-red) agar menerima barang titipan tersebut di gudang. Ahu sendiri di persidangan mengaku ketika barang di antar tidak berada di gudang, ia berkomunikasi dengan Ahi maupun Ahwa lewat telepon selular.
Hal itu dibenarkan terdakwa Ahi yang juga sebagai saksi mengaku hanya menerima perintah atasannya. Ia juga mengaku tidak mengetahui jika daging trenggiling yang dibungkus plastik bening dan diikat erat itu adalah trenggiling.
Ahu dan Ahi mengetahui barang titipan itu adalah trenggiling setelah pihak KP3 Belawan melakukan pemeriksaan di gudang mereka 21 Mei 2008 lalu, saat barang tersebut masuk gudang pendinginan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengatakan, terdakwa Anwar Hartono alias Ahwa dihadapkan pada UU Nomor 5 tahun 1990 pasal 21, tentang Konservasi SDA Hayati dan Konsorsium subsidair Pasal 55 KUH Pidana, terhadap perbuatannya berupaya menyeludupan hewan langka, meskipun sudah dalam keadaan mati ke luar negeri. Terdakwa terancam hukuman maksimum lima tahun kurungan. (dn)
http://analisadaily.com/1-2.htm
Dari berita yang kita baca diatas, kita harus mengakui bahwa kurang sadarnya masyarkat akan pentignya menjaga keseimbangan alam. Masyarakat masih kurang mengerti atau masih kurang diberikan pengarahan mengenai bahayanya bila keseimbangan alam itu sudah tidak stabil. Oleh karena itu tidakan pemerintah seperti diatas sudahlah benar. Tetapi pihak masyarakat juga harus saling menjaga dan sama-sama mengawasi hal tersebut.
Marilah kita sama-sama menjaga kelestarian alam kita. Untuk diwariskan kepada generasi yang akan datang.
Terima kasih.